Penelitian Yeshiva University, New York, Amerika Serikat, menemukan bahwa cinta ibarat zat narkotika yang membuat efek ketergantungan.
Saat seseorang kehilangan cinta, akhirnya tubuh merespon dengan rasa ingin mengonsumsi sesuatu sebagai kompensasi dari kehilangan “narkotika” yang biasa mengisi keseharian.
Ini adalah naluri purba untuk bertahan. Ia aktif saat seseorang teringat telah kehilangan cintanya.
Riset ini menggunakan pemindai otak untuk merekam aktivitas 15 mahasiswa yang baru saja diputuskan oleh kekasihnya dan mengaku masih mencintai mantan kekasih tersebut.
Masing-masing ditunjukkan foto mantan kekasih terekam beberapa area otak aktif. Diantaranya adalah bagian yang mengendalikan emosi cinta romantik, rasa lapar dan ketergantungan- terutama tergantung kokain- juga bagian yang terlibat dalam rasa sakit dan marabahaya.
Hasil penelitian ini berguna untuk menjelaskan penolakan cinta romantik dapat mendorong perilaku ekstrem, seperti membunuh, bunuh diri, atau obsesi.
Rasa sakit akibat cinta merupakan bagian penting dalam hidup yang secara alami terbangun dalam anatomi dan psikologi manusia. Tapi penyembuhan diri, dan keinginan untuk berpasangan lagi juga terbangun secara alami dalam psikologi.
Makanan yang dikonsumsi tidak jauh dari cokelat dan anggur (wine) yang memilki dosis adiksi mirip dengan cinta.
Karena itu jika Anda bertemu dengan orang yang patah hati, berikan saja ia cokelat atau ajak ke restoran.
sumber: http://www.astaga.com/content/kenapa-patah-hati-menambah-nafsu-makan